Kamis, 24 Mei 2012

KATARAK KOMPLIKATA


  
KATARAK KOMPLIKATA

 

PENDAHULUAN

 
Katarak merupakan penyebab masalah tersering dari gangguan penglihatan. Proses penuaan merupakan penyebab umum dari katarak. Prevalensi katarak yang terjadi pada usia 65-74 tahun terjadi sebanyak 50% sedangkan pada usia lebih dari 75 tahun prevalensi ini meningkat hingga 70%.
Lensa merupakan bagian berperan penting dalam proses katarak. Sifat transparan dari lensa membuat sinar yang masuk dari kornea kemudian sampai di lensa dapat diteruskan hingga keretina yang membuat kita dapat melihat dengan jelas. Lensa yang bersifat avaskular dan tidak memiliki sistem saraf didalamnya mempunyai proses keseimbangan dari elektrolit, dan cairan didalamnya, yang harus selalu dijaga keseimbangannya.
Katarak merupakan suatu keadaan dimana, lensa mengalami berbagai macam proses yang membuat keadaannya tidak lagi jernih, transparan, sehingga cahaya yang melewati lensa tidak dapat difokuskan ke retina , sehingga seseorang akan mengalami gangguan penglihatan.


       Yang membuat perubahan dari morfologi maupun kandungan dari lensa tersebut, bisa akibat dari proses degenerasi. Selain dari itu dapat juga disebabkan karena penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, galaktosemia. Akibat dari infeksi seperti uveitis dan penggunaan steroid dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan katarak, dan masih banyak beberapa keadaan lain dari tubuh yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan katarak disamping proses degenerasi, hal ini yang dikenal dengan katarak komplikata

BAB I . LENSA

     Jaringan lensa ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata dan bersifat bening. Lensa berbentuk bikonkaf, transparan, dan mempunyai tebal 4mm dan berdiameter 9 mm. Lensa terletak posterior dari iris yang ditopang oleh serat-serat zonular yang berasal dari badan siliar. Lensa dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa dan serat lensa dibentuk terus menerus. Kapsul dari lensa merupakan membran yang semipermeabel yang dapat menyerap air dan elektrolit. Epitel lensa ini akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral sehingga terbentuk nukleus lensa. 


       Bagian epitelium, merupakan lapisan sel dari permukaan lensa, dan perannya sangat penting terhadap homeostasis dari seluruh organ lensa. Semua enzim-enzim metabolik kadarnya paling tinggi terdapat pada bagian epitelium. Karena mitokondria sudah tidak ada lagi pada serat lensa matur, maka epitelium memiliki kapasitas tertinggi untuk memproduksi energi. Secara luas pompa ion seperti Na+ ,K+ -ATPase, dan sistem transport yang membawa nutrisi dan metabolit-metabolit untuk lensa terdapat pada bagian epitelium. Lensa yang bersifat avaskular ini sangat bergantung pada fungsi dari sistem ini. Epitelium juga memiliki kandungan dan kerja enzim yang berfungsi untuk melindungi lensa dari pengaruh toksik. Sebagai contoh kandungan sistem enzim antioksidan seperti catalase dan GSH redox cycle yang mendetoksifikasi  H2O2   terdapat banyak pada bagian epitelium.
        Bagian sentral dari lensa merupakan bagian yang tertua dari lensa, karena paling dahulu dibentuk. Dibagian luar nukleus ini terdapat lapisan serat lensa yang lebih muda disebut korteks lensa . Pada bagian anterior dari lensa bertemu dengan akuos humor, dan bagian posterior kontak dengan cairan vitreous. Nukleus dari lensa sendiri lebih keras dibandingkan bagian dari korteks. Lensa mengandung 65% air, dan sekitar 35% protein, dan sedikit dari mineral. 

      Lensa bersifat avaskular dan tidak memiliki persarafan, dan mendapatkan nutrisi dari humor akuos. Fungsi utama dari lensa adalah mentransmisi cahaya dan memfokuskan cahaya ke retina. Lensa dapat menyesuaikan titik fokus suatu benda dari jarak dekat maupun jauh dengan cara mengubah bentuk dari lensa tersebut, hal ini dikenal dengan sebutan akomodasi. Hal ini dapat terjadi apabila lensa transparan, dimana kondisi ini bergantung pada organisasi dari sel-sel yang terdapat pada lensa dan susunan protein yang terdapat pada sitoplasma dari lensa. Konsentrasi protein yang terdapat pada serat lensa sangat tinggi, yang menghasilkan indeks refraksi yang signifikan dibanding dengan cairan yang mengelilingi lensa dan memudahkan lensa untuk merefraksi cahaya. 
        Katarak terjadi pada lensa yang kehilangan transparansi nya entah cahaya tersebut diserap maupun dipendarkan yang membuat gangguan penglihatan. Katarak dapat terjadi karena faktor genetik, metabolik, gizi, atau faktor lingkungan ataupun akibat dari penyakit sistemik seperti diabetes atau penyakit degeneratif retina. Faktor resiko yang terpenting adalah usia.

BAB II. KATARAK

Katarak berasal dari Yunani Kattarrhakies , inggeris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.

            Proses penuaan merupakan penyebab umum dari katarak, tetapi didalamnya banyak sekali faktor yang terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik, dan faktor keturunan. Katarak akibat usia tua merupakan penyebab tersering dari gangguan penglihatan. Prevalensi katarak yang terjadi pada usia 65-74 tahun sebanyak 50%, dan meningkat sampai dengan 70% pada usia lebih dari 75 tahun. 

           Patogenesis dari katarak tidak sepenuhnya dimengerti. Bagaimanapun ,  pada lensa dengan katarak didapatkan adanya agregasi protein yang membuat sinar memudar dan mengurangi transparansi dari lensa. Jenis protein yang berbeda menyebabkan perubahan warna kuning dan coklat. Ada juga yang mengatakan bahwa dapat terjadi adanya vesikel antara serat lensa atau migrasi dan perubahan ukuran sel epitelial yang menjadi besar.Faktor-faktor lain yang menyebabkan katarak adalah kerusakan akibat oksidatif(reaksi radikal bebas), kerusakan akibat sinar ultraviolet, dan malnutrisi. Rusaknya lensa akibat reaksi oksidatif, berpengaruh juga terhadap asam nukleat, proteins, dan lemak yang merupakan penyebab primer yang terjadi pada katarak dengan proses penuaan.Sifat dari oksidatif sendiri adalah kataraktogenik yang telah diteliti pada hewan maupun manusia bahwa paparan sinar X ke mata atau tingginya kadar radiasi seperti paparan dari sinat Ultraviolet dan microwaves dapat menyebabkan katarak  karena efeknya terhadap lensa. 

      Klasifikasi katarak berdasarkan derajat kematangannya dibagi menjadi katarak imatur,matur,dan hipermatur. Katarak matur ditandai dengan lensa protein yang berwarna opak. Imatur katarak mempunyai protein yang bersifat transparan. Apabila pada keadaan imatur ini, lensa menyerap air maka akan terjadi kekeruhan lensa yang disertai dengan pembengkakan dari lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada hipermatur katarak , protein kortikal menjadi cair, cairan ini akan keluar melewati kapsul yang intak, sehingga lensa akan mengecil   disertai dengan kapsul yang bekerut-kerut. Bila proses katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cairan tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai kantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat yang dikenal dengan katarak Morgagni. 

       Bila dibagi berdasarkan letak kekeruhannya katarak dikenal dengan tiga jenis tipe, yaitu kortikal,nukleuar dan posterior subkapsular, dimana perbedaan lokasi kekeruhan ini mempunyai patologi masing-masing.

Katarak kortikal terjadi pada bagian luar dari lensa dan mempunyai karakteristik adanya vakuol, katup air,dan bentuk seperti jari sepeda. Dipercaya bahwa kebanyakan katarak kortikal ini penyebabnya karena gangguan osmotik, dimana terjadi akumulasi cairan didalam dan diantara sel dari lensa yang biasanya diakibatkan dari ketidakseimbangan dari ion. Ketidakseimbangan elektrolit terjadi sebagai hasil dari rusaknya membran sel dari lensa, terutama jaringan sel-sel epitelial yang berfungsi dalam menjaga keseimbangan metabolik homeostasis dari seluruh lensa. 
Pada kortikal katarak kadar kalium menurun, sedangkan kadar natrium,klorida dan kalsium meningkat sehingga terjadi influks dari air. Vakuola atau tempat dimana mengandung air yang banyak ini menghasilkan indeks refraksi yang rendah karena kaya akan protein pada serat-seratnya dan hal yang berkepangjangan menghasilkan pependaran cahaya dan katarak.
Katarak nuklear terjadi pada bagian sentral darilensa dan muncul pada usia lanjut bahkan pada lensa yang normal. Protein yang terakumulasi , terutama akibat faktor oksidasi, menyebabkan pembentukan dari agregasi protein yang akhirnya memendarkan cahaya. Protein didalam nukleus kemudian menjadi berkembang secara progresif dan lebih berpigmen seiring bertambahnya usia, pada beberapa katarak nuklear warnanya dapat lebih gelap, coklat atau bahkan hitam. Pada beberapa kasus katarak , cahaya pada lensa lebih diserap dibandingkan dipendarkan. Secara kontras , pada katarak kortikal , katarak nuklear bersifat lebih keras. 

Posterior subkapsular katarak terjadi pada bagian kutub posterior. Katarak ini terjadi akibat dari pembentukan serat –serat bagian posterior yang berubah atau serat-serat lensa menjadi abnormal. Pada keadaan lanjut sel epitelial lensa ini dapat migrasi kebagian kutub posterior. Posterior subkapsular katarak ini biasanya ditemukan setelah radiasi dari sinar X dan pemakainan kortikosteroid , serta penyakit degenerasi retina, tetapi dapat juga terjadi secara idiopatik. 


BAB III . KATARAK KOMPLIKATA

Katarak komplikata adalah keadaan dimana kekeruhan terjadi pada lensa yang diakibatkan keadaan lokal atau penyakit sistemik. Ini dapat terjadi pada semua usia. Suatu penyakit dapat merusak lensa dengan menganggu nutrisi yang dimiliki lensa atau efek toksik yang mempengaruhi lensa.  

Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular posterior karena bagian kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang hingga mengenai seluruh lensa. Katarak komplikata biasanya dapat bersifat unilateral dan bilateral. Pada kasus yang unilateral biasanya bersifat akibat penyakit yang bersifat lokal, seperti glaukoma, uveitis, pemakaian lokal atau sistemik steroid, miopia tinggi, ablasio retina, retinitis pigmentosa, tumor intraokular.  Sedangkan bilateral katarak komplikata biasanya terjadi berhubungan dengan penyakit sistemik seperti diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonik distrofi, atopik dermatitis,galaktosemia.

3.1 Katarak Pada Uveitis



  Uveitis merupakan masalah yang sering ditemukan dalam bentuk yang berbeda-beda. Ini merupakan suatu keadaan kronik. Uveitis merupakan inflamasi yang terjadi pada bagian koroid(koroiditis), badan siliar(uveitis intermediate, cyclitis,uveitis perifer, atau pars planitis) atau iris(iritis). Anterior uveitis merupakan yang paling sering terjadi dan biasanya sifatnya unilateral dan akut. Gejala yang timbul ada nyeri, fotofobia, dan penglihatan kabur. Dari pemeriksaan bisa didapatkan kemerahan disekeliling kornea dengan injeksi konjungtiva ataupun kotoran. Keadaan ini biasanya memerlukan pengobatan kortikosteroid jangka panjang atau obat-obatan imunosupresif. Pembentukan katarak sangat sering terjadi pada kasus – kasus ini.

Penanganan katarak pada uveitis membutuhkan perhatian lebih . Tantangan dalam pengobatan ini tidak hanya tingkat kesulitan operasi  yang tinggi tetapi juga bagaimana mengontrol inflamasi yang terjadi dalam periode perioperatif. Katarak pada uveitis sendiri merupakan hasil dari kronik inflamasi dan merupakan konsekuensi dari penggunaan kortikosteroid jangka panjang. 

Dari sebuah studi didapatkan katarak terjadi sebanyak 317(21%) dari 1506 pasien dewasa uveitis dan 128(37%) pasien menjadi katarak dari 446 pasien anak dengan uveitis. Pembentukan katarak ini jarang terjadi pada kasus uveitis posterior, lebih sering terjadi pada uveitis anterior ( 50%)  dan intermediate uveitis . Faktor resiko dapat berupa uveitis kronik, pembentukan fibrin, pengobatan dosis tinggi dari kortikosteroid, dan riwayat dari pars plana vitrektomi(PPV). 

Penyebab spesifik dari uveitis seringkali sulit ditemukan, tetapi pada beberapa kasus uvetis berhubungan dengan : 
-          Gangguan autoimun: Rheumatoid arthritis atau ankilosing spondilitis
-          Gangguan Inflamasi : Penyakit Chron’s atau colitis ulseratif
-          Infeksi : cat-scratch disease, herpes, sifilis, toksoplasmosis, tuberculosis
-          Trauma mata
-          Keganasan tertentu : limfoma yang memiliki efek tidak langsung terhadap mata

Terdapat tiga tipe uveitis berdasarkan area mata yang terkena:

·         Anterior uveitis – inflamasi ini mengenai bagian iris(iritis) atau inflamasi dari iris dan badan silar(iridosiklitis). Sifatnya adalah unilateral dan bersifat akut. Pupil dapat terjadi miosis atau irregular akibat dari sinekia posterior. Geejala biasanya berupa nyeri, fotofobia, dan penglihatan buram.Inflamasi yang terjadi pada bilik anterior harus dicek tekanan intraokularnya. Sel-sel inflamasi serta debris dari peradangan ini membentuk suatu keratik presipitat pada bagian endothelium corneal. 

·         Intermediate uveitis – mengenai area dibelakang badan siliar dan retina. Biasanya terjadi pada anak-anak , remaja dan dewasa muda. Yang terjadi pada perdangan ini ditandai dengan inflamasi vitreous. Sifatnya biasanya bilateral, gejala yang khas bisanya disertai dengan floater dan penglihatan yang buram. Nyeri, fotofobia dan kemerahan minimal bahkan tidak ada.

·         Posterior uveitis – Inflamasi terjadi pada bagian segmen posterior mata, yaitu koroid dan retina. Biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis. Gejala yang muncul biasanya adanya floaters, hilangnya lapang pandang penglihatan atau skotoma atau menurun visus penglihatan yang dapat sangat berat. Terkadang dapat ditemukan adanya ablasi retina yang sifatnya trsksi, regmatogen atau dengan eksudat.
 
Patofisiologi
Katarak yang terjadi pada anak-anak dengan uveitis ini biasanya tipe subkapsular katarak . Sinekia posterior terkadang terjadi pada kasus ini, yang disertai dengan daerah kapsul anterior nekrosis serta terjadi kekeruhan pada lensa. Jaringan fibrin yang terdapat pada membran dari lensa biasanya ditemukan berserta dengan kekeruhan pada daerah dibawah kapsul anterior.


           Pembentukan katarak yang terjadi pada bagian polus posterior dari lensa dapat dijelaskan dari hilangnya dinding pertahanan dari membran epitelial dan disertai bagian posterior merupakan bagian yang paling tipis dari kapsul lensa. Dimana terjadi inflamasi maka sel radang akan terakumulasi  pada bagian bilik anterior maupun posterior sehingga menyebabkan penebalan lensa akibat dari sistem osmotik yang tidak seimbang. Kandungan protein yang disertai sel-sel radang akan menyebabkan air masuk kedalam lensa sehingga lensa menjadi lebih tebal dan keruh. Disamping itu juga terjadi proses proliferatif dari sel epitel lensa abnormal(LEC/Lens Epithelial Cell). Sel abnormal ini menghasilkan ekstraselular basal membran  dan ekstraseluler maktriks sebelum berdegenerasi bersama dengan serat-serat lensa sekelilingnya.

3.2 Katarak Pada Penggunaan Steroid

        Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari steroid bersifat luas, dimana insiden tertinggi adalah terjadinya katarak subkapsular posterior. Penggunaan dari steroid harus dibatasi dalam pemberiannya secara sistemik maupun topikal pada inflamasi okular, maupun pada masalah-masalah transplantasi organ. Mekanisme terjadinya kekeruhan pada lensa, belum sepenuhnya dapat ditemukan dan tidak ada pengobatan yang efektif selain operasi pengangkatan lensa.


Salah satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular posterior adalah karena dihambatnya Na_K_-adenosine triphosphatase (ATPase) oleh kortikosteroid sehingga menghasilkan konsentrasi natrium yang tinggi dibagian intraseluler dan menurunnya kadar potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada bagian serat lensa . Cadherin merupakan merupakan protein yang berfungsi sebagai adhesi molekul antar sel, dan bersifat mengatur adesi dari sel yang bergantung pada kalsium. Cadherin berfungsi sebagai jembatan antar sel. Ketika adesi dari sel tidak terjadi dapat membuat terjadinya katarak, karena adesi dari sel-sel ini berperan penting terhadap sifat lensa yang transparan. 

Hasil yang didapatkan dari sebuah penelitian adalah bahwa pemberian dari steroid menstimulus pembentukan katarak yang bersamaan dengan menurunnya kadar N-cadherin protein. Glukokortikoid reseptor antagonis RU 486 . Ini menunjukan bahwa pengobatan untuk katarak karena penggunaan steroid dapat diberikan glukokortikoid reseptor. 

Karakteristik katarak yang disebabkan oleh steroid bersifat bilateral, terjadi pada bagian posterior polus atau korteks, tepat didalam kapsul posterior, terkadang dapat meluas hingga kebagian anterior korteks dengan bentuk yang iregular.Bagian tepi biasanya sedikit tajam, tetapi biasanya dikelilingi dengan sedikit keabu-abuan. Kekeruhan berwarna putih kekuningan pada lensa dengan disertai adanya vakuol kecil. 

Dikatakan bahwa katarak subkapsular katarak ini berkembang hanya pada pasien yang menggunakan dosis steroid tingg dengan jangka waktu yang panjang lebih dari 1 tahun, dimana dengan dosis prednison kurang dari 10mg perhari dikatakan sepertinya tidak terjadi perubahan pada lensa.
Pengobatan steroid yang menyebabkan katarak , tidak sebatas pada pemberian secara oral, tetapi pada penggunaan topikal yang biasa dilakukan optalmologis. Gangguan yang terjadi akibat penggunaan steroid ini dapat berupa gangguan dalam sistem osmotik , oksidatif, modifikasi protein, dan gangguan metabolik. Pada sistem osmotik terjadi inaktivasi dari Natrium Kalium ATPase sehingga permeabilitas membran meningkat , meningkatkan akumulasi cairan, fluktuasi dari indeks refraktif sehingga cahaya yang masuk kedalam lensa berpendar, tidak fokus pada retina.
Kerusakan akibat radikal bebas menyebabkan rusaknya membran dan rusaknya protein didalam lensa. Oksidasi yang terjadi akibat penggunaan steroid menyebabkan terjadinya denaturasi dari protein, agregasi dan insolubel protein dari lensa. Yang terakhir adalah gangguan metabolisme  dimana terjadi ambilan glukosa yang kemudian terakumulasi pada lensa. Diduga penggunaan antioksidan atau anti radikal bebas, dapat memprevensi pembentukan dari katarak, termasuk melindungi dari penggunaan steroid.

3.3 Katarak Pada Diabetes Melitus

                Komplikasi yang sering terjadi  pada diabetes tipe 1 dan 2 adalah diabetik retinopati, dimana hal ini menduduki peringkat ke-lima penyebab kebutaan di Amerika. Sebanyak  95% pasien diabetes tipe 1 dan 65% pasien diabetes tipe 2 yang memiliki penyakit ini lebih dari 20 tahun, pasti muncul tanda dari diabetik retinopati.
            Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan penglihatan pada pasien diabetes dengan insiden dan progresif katarak yang meningkat pada pasien dengan diabetes melitus.  Dengan meningkatnya insiden dari diabetes tipe 1 dan tipe 2, secara seimbang  meningkatkan diabetik katarak. Walaupun operasi katarak merupakan tindakan yang paling sering dilakukan sebagai pengobatan yang efektif , perkembangannya untuk di hambat dan mencegah berkembangnya katarak pada pasien diabetes masih merupakan suatu tantangan .


Patogenesis
       Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose reductase, enzim pertama pada jalur polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada lensa,  tetapi juga terdapat pada jaringan lain, termasuk dalam kornea, iris, retina, saraf dan ginjal.

Diketahui bahwa akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat hidropik yang akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak.  Di lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Peningkatan akumulasi dari sorbitol membuat keadaan hiperosmotik sehingga cairan masuk karena adanya perbedaan gradien osmotik.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh hewan, akhirnya ditemukan sebuah hipotesis osmotik dari katarak akibat mekanisme gula, yang menghasilkan peningkatan cairan di daerah intraselular yang merupakan respon dari  media AR pada jalur  polyol sehingga menghasilkan pembengkakkan lensa dikarenakan oleh perubahan biokimia yang berakhir dengan pembentukan katarak.
Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi dari sorbitol membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang kemudian hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas. ER juga menyebabkan fluktuasi dari kadar glukosa yang menghasilkan reaktif oksigen spesies dan menyebabkan stress oksidatif yang merusak serat lensa.
Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium , asam amino, dan myoinositol lebih tinggi  didalam lensa dibandingkan jaringan sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi perembesan dari lensa keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk didalam lensa karena hilangnya kadar kalium, sehingga terjadi gangguan elektrolit didalam lensa yang menyebabkan kekeruhan pada lensa. Ini merupakan mekanisme awal yang terjadi akibat dari kerja aldose reduktase yang membuat kekeruhan pada lensa. 
Penelitian yang dilakukan oleh Beaver Dam Eye study dengan 3684 koresponden dengan usia diatas 43 tahun , dan dilakukan selama 5 tahun ditemukan bahwa terdapat korelasi antara diabetes melitus dan pembentukan katarak . Didalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa insiden dari kortikal dan posterior subcapsular katarak berhubungan dengan diabetes. Penelitian lebih lanjut menunjukan pasien dengan diabetes sangat cenderung berkembang opaksiatas pada lensa bagian kortikal dan menunjukan bahwa tingginya prevalensi operasi katarak, dibandingkan pada pasien yang non-diabetik. Dari analisis yang dilakukan dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari diabetes yang dialami sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal yang juga meningkatkan frekuensi dari operasi katarak .[13]
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk : [2]
  1. Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa , kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
  2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular
  3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa.
Pengobatan
Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien katarak diabetikum biasanya yang paling sering digunakan adalah dengan teknik fakoemulsifikasi, karena hasil yang didapatkan mengurangi resiko dari inflamasi post operasi, dan astigmat, rehabilitasi visual secara cepat. Operasi sebaiknya dilakukan sebelum lensa semakin opak dan matur. Hasil yang didapatkan dari operasi katarak sangat baik, tetapi pasien dengan diabetes memiliki penglihatan lebih kurang dibandingankan pasien tanpa diabetes melitus. Operasi memiliki kemungkinan untuk terjadi retinopati secara cepat, menyebabkan terjadinya rubeosis atau dapat terjadi perubahan makula, seperti makula eema atau sistoid edema makula. Yang terburuk adalah pada mata yang dioperasi dapat terjadi proliferatif retinopati dan atau tanpa disertai dengan edema makula. [12]
Pengobatan yang dapat dilakukan dapat berupa :
  1. Aldose-Reductase Inhibitors merupakan suatu enzim yang didapat dari ekstrak tumbuhan , jaringan hewan atau spesifik molekul yang kecil. Pada percobaan yang dilakukan oleh hewan zat ini dapat memperlambat pembentukan dari katarak diabetikum. Beberapa tumbuhan yang dikenal untuk ekstrak dari enzim ini adalah Ocimum sanctum, Withania somnifera, Curcuma longa,and Azadirachta indica
Pada beberapa penelitian yang dilakukan , didapatkan hewan percobaan yang diberikan AR inhibitor yang bersifat untuk preventif ditambah dengan pengobatan dari diabetesnya menunjukan tidak ada tanda-tanda dari degenerasi, pembengkakan ataupun gangguan pada lensanya dibandingkan dengan pasien yang diberikan AR ini dengan yang tidak diobati untuk diabetesnya.
  1. Pengobatan dengan anti oksidan, karena pada katarak diabetikum terjadi terjadi kerusakan akibat stress oksidatif yang merusak jalur polyol secara tidak langsung, maka dapat diberikan anti oksidan yang berguna untuk menghambat pembentukan katark. Beberapa anti oksidan yang telah diteliti pada hewan  yang dapat menghambat perkembangan dari katarak diabetikum ini adalah alpha lipoic acid, vitamin E,dan Piruvat. Penggunaan piruvat menunjukan selain sebagai efek menghambat perkembangan katarak diabetikum , juga dapat mengurangi akumulasi dari sorbitol dan lipid peroksidase pada lensa. Studi yang dilakukan pada manusia, menunjukam hal ini efeknya sangat kecil dan secara penelitian tidak relevan.
 
3.        Terapi farmokologi untuk mengobati edema makula setelah operasi katarak
Proinflamasi prostaglandin dikatakan berhubungan dengan mekanisme keluarnya cairan dari kapiler-kapiler foveal kedalam ruang ekstraseluler  dari daerah makula. Karena kerja dari NSAIDs (  nonsteroidal anti-inflammatory drugs) adalah menghambat enzim siklooksigenase yang berfungsi dalam memblok produksi dari prostaglandin. Pada penelitian dilakukan terapi pemberian prednisolone pada pasien setelah operasi dengan pemeberian prednisolon dengan nepafenac. Didapatkan hasil bahwa pemberian hanya dengan prednisolon menunjukan insidensi terjadinya edema makular lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian prednisolon dengan nepafenac. 



3.4 Katarak Pada Galaktosemia

Susu yang mengandung laktosa (ASI maupun formula) dihidrolisasi oleh enzim laktase menjadi bentuk monosakarida , glukosa dan galaktosa yang kemudian diabsorbsi didalam usus dengan proses phosporylation.  Galaktosa merupakan jenis monosakirada yang siap diabsorsi dan kemudian dibawa kehepar dan diubah menjado glikogen . Galaktosemia merupakan gangguan metabolisme yang dimana konversi ini tidak terjadi akibat dari defisiensi enzim galaktosa 1-fosfaturidililtransferase.
Galaktosemia merupakan penyakit herediter dan terjadi pada kurang lebih 1 dari 18,000 kelahiran.  Penemuan klinis yang bermakna pada bayi baru lahir adalah adanya hepatomegali, malnutrisi,katarak dan galaktosemia. Katarak umumnya terdeteksi pada beberapa hari setelah bayi lahir.
Dahulu penyakit ini sering sulit dibedakan dengan diabetes, karena pada pemeriksaan urine, glukosa juga didapatkan hasil yang positif.Sekarang ini sudah tersedia pemeriksaan khusus galaktosa oksidasi tes. Hasil positif dari galaktosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan kertas kromatografi. Pengobatan dari penyakit ini dapat dilakukan dengan diet galaktosa, dimana ketika kadar galaktosa berkurang gejala yang muncul akan berkurang yang menunjukan bahwa penyakit ini terdeteksi pada saat awal. Pada beberapa kasus katarak menghilang ketika pemberian susu bayi ini kandungan utamanya pada  susu yaitu sumber galaktosa ini dihilangkan.
Pada percobaan yang dilakukan oleh mencit katarak akibat galaktosemia muncula dengan mekanisme awal adanya vakuol yang bertambah banyak seiiring dengan berkembanganya kekeruhan pada lensa bagian nuklear. Secara kontras penelitian yang dilakukan pada manusia menunjukan tipe katarak nuklear yang bersifat lamelar. Dengan penelitian lebih lanjut pada mencit yang ibunya diberikan diet dari galaktosa, ditemukan katarak yang serupa berupa katarak nuklear lamelar.
Patofisiologi yang terjadi bermula pada erubahan morfologi lensa juga ditemukan bahwa serat lensa yang bersifat hidropik, dan terjadi akumulasi cairan didalam intraseluler, sehingga membuat suatu celah interfibrilar yang kemudian diisi dengan presipitasi dari protein-protein. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan keadaan lensa itu sendiri menjadi hidropik.  Dalam galaktosa katarak metabolit abnomal dari galaktosa-1-fosfat berakumulasi didalam lensa secara perlahan yang menghasilkan gangguan osmotik secara minimal. Selain itu juga ditemukan adanya kandungan dulsitol , yang merupakan bentuk gula alkohol dari galaktosa pada lensa. Retensi dari dulsitol dalam lensa ini membuat keadaan hipertonik sehingga air masuk kedalam serat lensa. Akumulasi dari dulsitol ini terjadi paralel bersama dengan peningkatan air pada lensa. 

 

REFERENSI

 

1.  Vaughan Daniel,Asbury Taylor,Eva-Riordan Paul:General Opthalmology.fifteenth edition. chapter 8 page 159.
2. Ilyas Sidarta : Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.halaman 8 
3.  Zigler Jr Samuel J,Datiles III Manuel: Pathogenesis of Cataracts Chapter 72B. 
4.   K V Raju , Sisira Sivan N.V : A clinical study of Complicated Cataract In Uveitis. Kerala Journal of Ophthalmology Vol. XXII, No.1, March 2010
5.  Jungmook Lyu, Jung-A Kim,Sung Kun Chung, Ki-San Kim, and Choun-Ki Joo : Alteration of Cadherin in Dexamethasone-Induced Cataract Organ-Cultured Rat Lens;. Investigative Ophthalmology & Visual Science, May 2003, Vol. 44, No. 5
6.  Andrew I Jobling, Robert C Augustey: What causes steroid cataracts? A review of steroid-induced posterior su bcapsular cataracts; n.Clin Exp Optom 2002; 85: 2: 61-75
7.  Review Article Diabetic Cataract—Pathogenesis, Epidemiologyand Treatment; Hindawi Publishing Corporation Journal of Ophthalmology Volume 2010, Article ID 608751, 8 pagesdoi:10.1155/2010/608751. Received 11 December 2009; Accepted 2 April 2010
8.  Datta Vipan , Swift G F Peter, A H Woodruff Geoffrey, Harris F  Roy: Metabolic cataracts in newly diagnosed diabetes.Archives of Disease in Childhood 1997;76:118–120
9.  McAULEY: Cataracts In Galactosemia.. London. Brit. J. Ophihal. (1953) 37, 655.]

    



1
1 
1
1 
 



 
  


 

 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar