KATARAK
KOMPLIKATA
KATARAK
KOMPLIKATA
PENDAHULUAN
Katarak merupakan penyebab masalah tersering dari gangguan penglihatan.
Proses penuaan merupakan penyebab umum dari katarak. Prevalensi katarak yang
terjadi pada usia 65-74 tahun terjadi sebanyak 50% sedangkan pada usia lebih
dari 75 tahun prevalensi ini meningkat hingga 70%.
Lensa merupakan bagian berperan penting dalam proses katarak. Sifat
transparan dari lensa membuat sinar yang masuk dari kornea kemudian sampai di
lensa dapat diteruskan hingga keretina yang membuat kita dapat melihat dengan
jelas. Lensa yang bersifat avaskular dan tidak memiliki sistem saraf didalamnya
mempunyai proses keseimbangan dari elektrolit, dan cairan didalamnya, yang harus
selalu dijaga keseimbangannya.
Katarak merupakan suatu keadaan dimana, lensa mengalami berbagai macam
proses yang membuat keadaannya tidak lagi jernih, transparan, sehingga cahaya
yang melewati lensa tidak dapat difokuskan ke retina , sehingga seseorang akan
mengalami gangguan penglihatan.
Katarak merupakan penyebab masalah tersering dari gangguan penglihatan.
Proses penuaan merupakan penyebab umum dari katarak. Prevalensi katarak yang
terjadi pada usia 65-74 tahun terjadi sebanyak 50% sedangkan pada usia lebih
dari 75 tahun prevalensi ini meningkat hingga 70%.
Lensa merupakan bagian berperan penting dalam proses katarak. Sifat
transparan dari lensa membuat sinar yang masuk dari kornea kemudian sampai di
lensa dapat diteruskan hingga keretina yang membuat kita dapat melihat dengan
jelas. Lensa yang bersifat avaskular dan tidak memiliki sistem saraf didalamnya
mempunyai proses keseimbangan dari elektrolit, dan cairan didalamnya, yang harus
selalu dijaga keseimbangannya.
Katarak merupakan suatu keadaan dimana, lensa mengalami berbagai macam
proses yang membuat keadaannya tidak lagi jernih, transparan, sehingga cahaya
yang melewati lensa tidak dapat difokuskan ke retina , sehingga seseorang akan
mengalami gangguan penglihatan.
Yang membuat perubahan dari morfologi maupun
kandungan dari lensa tersebut, bisa akibat dari proses degenerasi. Selain dari
itu dapat juga disebabkan karena penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
galaktosemia. Akibat dari infeksi seperti uveitis dan penggunaan steroid dalam
jangka waktu lama juga dapat menyebabkan katarak, dan masih banyak beberapa
keadaan lain dari tubuh yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menyebabkan katarak disamping proses degenerasi, hal ini yang dikenal dengan
katarak komplikata
BAB I . LENSA
Jaringan
lensa ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata
dan bersifat bening. Lensa berbentuk bikonkaf, transparan, dan mempunyai tebal
4mm dan berdiameter 9 mm. Lensa terletak posterior dari iris yang ditopang oleh
serat-serat zonular yang berasal dari badan siliar. Lensa dibentuk oleh sel
epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa dan serat
lensa dibentuk
terus menerus. Kapsul dari lensa merupakan membran yang semipermeabel yang
dapat menyerap air dan elektrolit. Epitel lensa ini akan membentuk serat lensa
terus menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral
sehingga terbentuk nukleus lensa.
Bagian
epitelium, merupakan lapisan sel dari permukaan lensa, dan perannya sangat
penting terhadap homeostasis dari seluruh organ lensa. Semua enzim-enzim
metabolik kadarnya paling tinggi terdapat pada
bagian epitelium. Karena mitokondria sudah tidak ada
lagi
pada serat lensa matur, maka epitelium memiliki kapasitas tertinggi untuk
memproduksi energi. Secara luas pompa ion seperti Na+ ,K+
-ATPase, dan sistem transport yang membawa nutrisi dan metabolit-metabolit
untuk lensa terdapat pada bagian epitelium. Lensa yang bersifat avaskular ini
sangat bergantung
pada fungsi dari sistem ini. Epitelium juga memiliki kandungan dan kerja enzim
yang berfungsi untuk melindungi lensa dari pengaruh toksik. Sebagai contoh
kandungan sistem enzim antioksidan seperti catalase dan GSH redox cycle yang mendetoksifikasi H2O2 terdapat banyak pada bagian epitelium.
BAB II. KATARAK
Katarak
berasal dari Yunani Kattarrhakies , inggeris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh.
Proses
penuaan merupakan penyebab umum dari katarak, tetapi didalamnya banyak sekali
faktor yang terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik, dan faktor
keturunan. Katarak akibat usia tua merupakan penyebab tersering dari gangguan
penglihatan. Prevalensi katarak yang terjadi
pada usia 65-74 tahun sebanyak 50%, dan meningkat sampai dengan 70% pada usia
lebih dari 75 tahun.
Katarak
berasal dari Yunani Kattarrhakies , inggeris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh.
Patogenesis
dari katarak tidak sepenuhnya dimengerti. Bagaimanapun , pada lensa dengan katarak didapatkan adanya
agregasi protein yang membuat sinar memudar dan mengurangi transparansi dari
lensa. Jenis protein yang berbeda menyebabkan perubahan warna kuning dan
coklat. Ada juga yang mengatakan bahwa dapat terjadi adanya vesikel antara
serat lensa atau migrasi dan perubahan ukuran sel epitelial yang menjadi
besar.Faktor-faktor lain yang menyebabkan katarak adalah kerusakan akibat
oksidatif(reaksi radikal bebas), kerusakan akibat sinar ultraviolet, dan
malnutrisi. Rusaknya lensa akibat reaksi oksidatif, berpengaruh juga terhadap
asam nukleat, proteins, dan lemak yang merupakan penyebab primer yang terjadi
pada katarak dengan proses penuaan.Sifat dari oksidatif sendiri adalah kataraktogenik
yang telah diteliti pada hewan maupun manusia bahwa paparan sinar X ke mata
atau tingginya kadar radiasi seperti paparan dari sinat Ultraviolet dan
microwaves dapat menyebabkan
katarak karena efeknya terhadap lensa.
Klasifikasi
katarak berdasarkan derajat kematangannya dibagi menjadi katarak imatur,matur,dan
hipermatur. Katarak matur ditandai dengan lensa protein yang berwarna opak.
Imatur katarak mempunyai protein yang bersifat transparan. Apabila pada keadaan
imatur ini, lensa menyerap air maka akan terjadi kekeruhan lensa yang disertai
dengan pembengkakan dari lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada
hipermatur katarak , protein kortikal menjadi cair, cairan ini akan keluar
melewati kapsul yang intak, sehingga lensa akan mengecil disertai dengan kapsul yang bekerut-kerut.
Bila proses katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cairan tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai kantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat yang dikenal dengan katarak
Morgagni.
Bila
dibagi berdasarkan letak kekeruhannya katarak dikenal dengan tiga jenis tipe,
yaitu kortikal,nukleuar dan posterior subkapsular, dimana perbedaan lokasi
kekeruhan ini mempunyai patologi masing-masing.
Katarak
kortikal terjadi pada bagian luar dari lensa dan mempunyai karakteristik adanya
vakuol, katup air,dan bentuk seperti jari sepeda. Dipercaya bahwa kebanyakan
katarak kortikal ini penyebabnya karena gangguan osmotik, dimana terjadi
akumulasi cairan didalam dan diantara sel dari lensa yang biasanya diakibatkan
dari ketidakseimbangan dari ion. Ketidakseimbangan elektrolit terjadi sebagai hasil
dari rusaknya membran sel dari lensa, terutama jaringan sel-sel epitelial yang
berfungsi dalam menjaga keseimbangan metabolik homeostasis dari seluruh lensa.
Pada
kortikal katarak kadar kalium menurun, sedangkan kadar natrium,klorida dan
kalsium meningkat sehingga terjadi influks dari air. Vakuola atau tempat dimana
mengandung air yang banyak ini menghasilkan indeks refraksi yang rendah karena kaya
akan protein pada serat-seratnya dan hal yang berkepangjangan menghasilkan
pependaran cahaya dan katarak.
Katarak
nuklear terjadi pada bagian sentral darilensa dan muncul pada usia lanjut
bahkan pada lensa yang normal. Protein yang terakumulasi , terutama akibat
faktor oksidasi, menyebabkan pembentukan dari agregasi protein yang akhirnya
memendarkan cahaya. Protein didalam nukleus kemudian menjadi berkembang secara
progresif dan lebih berpigmen seiring bertambahnya usia, pada beberapa katarak
nuklear warnanya dapat lebih gelap, coklat atau bahkan hitam. Pada beberapa
kasus katarak , cahaya pada lensa lebih diserap dibandingkan dipendarkan. Secara kontras , pada
katarak kortikal , katarak nuklear bersifat lebih keras.
Posterior
subkapsular katarak terjadi pada bagian kutub posterior. Katarak ini terjadi
akibat dari pembentukan serat –serat bagian posterior yang berubah atau
serat-serat lensa menjadi abnormal. Pada keadaan lanjut sel epitelial lensa ini
dapat migrasi kebagian kutub posterior. Posterior subkapsular katarak ini
biasanya ditemukan setelah radiasi dari sinar X dan pemakainan kortikosteroid ,
serta penyakit degenerasi retina, tetapi dapat juga terjadi secara idiopatik.
BAB
III . KATARAK KOMPLIKATA
Katarak
komplikata adalah keadaan dimana kekeruhan terjadi pada lensa yang diakibatkan keadaan
lokal atau penyakit sistemik. Ini dapat terjadi pada semua usia. Suatu penyakit
dapat merusak lensa dengan menganggu nutrisi yang dimiliki lensa atau efek toksik
yang mempengaruhi lensa.
Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular
posterior karena bagian kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang
hingga mengenai seluruh lensa. Katarak komplikata biasanya dapat bersifat
unilateral dan bilateral. Pada kasus yang unilateral biasanya bersifat akibat penyakit
yang bersifat lokal, seperti glaukoma, uveitis, pemakaian lokal atau sistemik
steroid, miopia tinggi, ablasio retina, retinitis pigmentosa, tumor
intraokular. Sedangkan bilateral katarak
komplikata biasanya terjadi berhubungan dengan penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonik distrofi,
atopik dermatitis,galaktosemia.
Katarak
kortikal terjadi pada bagian luar dari lensa dan mempunyai karakteristik adanya
vakuol, katup air,dan bentuk seperti jari sepeda. Dipercaya bahwa kebanyakan
katarak kortikal ini penyebabnya karena gangguan osmotik, dimana terjadi
akumulasi cairan didalam dan diantara sel dari lensa yang biasanya diakibatkan
dari ketidakseimbangan dari ion. Ketidakseimbangan elektrolit terjadi sebagai hasil
dari rusaknya membran sel dari lensa, terutama jaringan sel-sel epitelial yang
berfungsi dalam menjaga keseimbangan metabolik homeostasis dari seluruh lensa.
Pada
kortikal katarak kadar kalium menurun, sedangkan kadar natrium,klorida dan
kalsium meningkat sehingga terjadi influks dari air. Vakuola atau tempat dimana
mengandung air yang banyak ini menghasilkan indeks refraksi yang rendah karena kaya
akan protein pada serat-seratnya dan hal yang berkepangjangan menghasilkan
pependaran cahaya dan katarak.
Katarak
nuklear terjadi pada bagian sentral darilensa dan muncul pada usia lanjut
bahkan pada lensa yang normal. Protein yang terakumulasi , terutama akibat
faktor oksidasi, menyebabkan pembentukan dari agregasi protein yang akhirnya
memendarkan cahaya. Protein didalam nukleus kemudian menjadi berkembang secara
progresif dan lebih berpigmen seiring bertambahnya usia, pada beberapa katarak
nuklear warnanya dapat lebih gelap, coklat atau bahkan hitam. Pada beberapa
kasus katarak , cahaya pada lensa lebih diserap dibandingkan dipendarkan. Secara kontras , pada
katarak kortikal , katarak nuklear bersifat lebih keras.
3.1
Katarak Pada Uveitis
-
Gangguan
autoimun: Rheumatoid arthritis atau ankilosing spondilitis
-
Gangguan
Inflamasi : Penyakit Chron’s atau colitis ulseratif
-
Infeksi :
cat-scratch disease, herpes, sifilis, toksoplasmosis, tuberculosis
-
Trauma
mata
-
Keganasan
tertentu : limfoma yang memiliki efek tidak langsung terhadap mata
Terdapat
tiga tipe uveitis berdasarkan area mata yang terkena:
·
Anterior uveitis – inflamasi ini mengenai bagian iris(iritis)
atau inflamasi dari iris dan badan silar(iridosiklitis). Sifatnya adalah
unilateral dan bersifat akut. Pupil dapat terjadi miosis atau irregular akibat
dari sinekia posterior. Geejala biasanya berupa nyeri, fotofobia, dan
penglihatan buram.Inflamasi yang terjadi pada bilik anterior harus dicek
tekanan intraokularnya. Sel-sel inflamasi serta debris dari peradangan ini
membentuk suatu keratik presipitat pada bagian endothelium corneal.
·
Intermediate uveitis – mengenai area dibelakang badan siliar dan
retina. Biasanya terjadi pada anak-anak , remaja dan dewasa muda. Yang terjadi
pada perdangan ini ditandai dengan inflamasi vitreous. Sifatnya biasanya
bilateral, gejala yang khas bisanya disertai dengan floater dan penglihatan
yang buram. Nyeri, fotofobia dan kemerahan minimal bahkan tidak ada.
·
Posterior uveitis – Inflamasi terjadi pada bagian segmen
posterior mata, yaitu koroid dan retina. Biasanya berhubungan dengan
penyakit-penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis. Gejala yang muncul
biasanya adanya floaters, hilangnya lapang pandang penglihatan atau skotoma
atau menurun visus penglihatan yang dapat sangat berat. Terkadang dapat
ditemukan adanya ablasi retina yang sifatnya trsksi, regmatogen atau dengan
eksudat.
Patofisiologi
Katarak yang terjadi pada anak-anak dengan
uveitis ini biasanya tipe subkapsular katarak . Sinekia posterior terkadang terjadi pada
kasus ini, yang disertai dengan daerah kapsul anterior nekrosis serta terjadi
kekeruhan pada lensa. Jaringan fibrin yang terdapat pada membran dari lensa
biasanya ditemukan berserta dengan kekeruhan pada daerah dibawah kapsul
anterior.
Pembentukan katarak yang terjadi pada bagian polus posterior dari lensa dapat dijelaskan dari hilangnya dinding pertahanan dari membran epitelial dan disertai bagian posterior merupakan bagian yang paling tipis dari kapsul lensa. Dimana terjadi inflamasi maka sel radang akan terakumulasi pada bagian bilik anterior maupun posterior sehingga menyebabkan penebalan lensa akibat dari sistem osmotik yang tidak seimbang. Kandungan protein yang disertai sel-sel radang akan menyebabkan air masuk kedalam lensa sehingga lensa menjadi lebih tebal dan keruh. Disamping itu juga terjadi proses proliferatif dari sel epitel lensa abnormal(LEC/Lens Epithelial Cell). Sel abnormal ini menghasilkan ekstraselular basal membran dan ekstraseluler maktriks sebelum berdegenerasi bersama dengan serat-serat lensa sekelilingnya.
Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari
steroid bersifat luas, dimana insiden tertinggi adalah terjadinya katarak
subkapsular posterior. Penggunaan dari steroid harus dibatasi dalam
pemberiannya secara sistemik maupun topikal pada inflamasi okular, maupun pada
masalah-masalah transplantasi organ. Mekanisme terjadinya kekeruhan pada lensa,
belum sepenuhnya dapat ditemukan dan tidak ada pengobatan yang efektif selain
operasi pengangkatan lensa.
Salah
satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular posterior adalah karena
dihambatnya Na_K_-adenosine triphosphatase (ATPase) oleh kortikosteroid
sehingga menghasilkan konsentrasi natrium yang tinggi dibagian intraseluler dan
menurunnya kadar potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada bagian serat
lensa . Cadherin merupakan merupakan
protein yang berfungsi sebagai adhesi molekul antar sel, dan bersifat mengatur
adesi dari sel yang bergantung pada kalsium. Cadherin berfungsi sebagai jembatan antar sel. Ketika adesi dari
sel tidak terjadi dapat membuat terjadinya katarak, karena adesi dari sel-sel
ini berperan penting terhadap sifat lensa yang transparan.
Hasil
yang didapatkan dari sebuah penelitian adalah bahwa pemberian dari steroid
menstimulus pembentukan katarak yang bersamaan dengan menurunnya kadar
N-cadherin protein. Glukokortikoid reseptor antagonis RU 486 . Ini menunjukan
bahwa pengobatan untuk katarak karena penggunaan steroid dapat diberikan
glukokortikoid reseptor.
Karakteristik
katarak yang disebabkan oleh steroid bersifat bilateral, terjadi pada bagian
posterior polus atau korteks, tepat didalam kapsul posterior, terkadang dapat
meluas hingga kebagian anterior korteks dengan bentuk yang iregular.Bagian tepi
biasanya sedikit tajam, tetapi biasanya dikelilingi dengan sedikit keabu-abuan.
Kekeruhan berwarna putih kekuningan pada lensa dengan disertai adanya vakuol kecil.
Dikatakan
bahwa katarak subkapsular katarak ini berkembang hanya pada pasien yang
menggunakan dosis steroid tingg dengan jangka waktu yang panjang lebih dari 1
tahun, dimana dengan dosis prednison kurang dari 10mg perhari dikatakan
sepertinya tidak terjadi perubahan pada lensa.
Pengobatan
steroid yang menyebabkan katarak , tidak sebatas pada pemberian secara oral,
tetapi pada penggunaan topikal yang biasa dilakukan optalmologis. Gangguan yang
terjadi akibat penggunaan steroid ini dapat berupa gangguan dalam sistem
osmotik , oksidatif, modifikasi protein, dan gangguan metabolik. Pada sistem
osmotik terjadi inaktivasi dari Natrium Kalium ATPase sehingga permeabilitas membran meningkat ,
meningkatkan akumulasi cairan, fluktuasi dari indeks refraktif sehingga cahaya yang masuk kedalam lensa berpendar, tidak fokus
pada retina.
Kerusakan
akibat radikal bebas menyebabkan rusaknya membran dan rusaknya protein didalam
lensa. Oksidasi yang terjadi akibat penggunaan steroid menyebabkan terjadinya
denaturasi dari protein, agregasi dan insolubel protein dari lensa. Yang
terakhir adalah gangguan metabolisme
dimana terjadi ambilan glukosa yang kemudian terakumulasi pada lensa. Diduga penggunaan antioksidan atau anti radikal bebas,
dapat memprevensi pembentukan dari katarak, termasuk melindungi dari penggunaan
steroid.
3.3 Katarak Pada Diabetes Melitus
Komplikasi yang sering terjadi pada
diabetes tipe 1 dan 2 adalah diabetik retinopati, dimana hal ini menduduki
peringkat ke-lima penyebab kebutaan di Amerika. Sebanyak 95% pasien diabetes tipe 1 dan 65% pasien
diabetes tipe 2 yang memiliki penyakit ini lebih dari 20 tahun, pasti muncul
tanda dari diabetik retinopati.
Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan
penglihatan pada pasien diabetes dengan insiden dan progresif katarak yang
meningkat pada pasien dengan diabetes melitus.
Dengan meningkatnya insiden dari diabetes tipe 1 dan tipe 2, secara
seimbang meningkatkan diabetik katarak.
Walaupun operasi katarak merupakan tindakan yang paling sering dilakukan
sebagai pengobatan yang efektif , perkembangannya untuk di hambat dan mencegah
berkembangnya katarak pada pasien diabetes masih merupakan suatu tantangan .
Patogenesis
Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose reductase, enzim pertama pada jalur polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada lensa, tetapi juga terdapat pada jaringan lain,
termasuk dalam kornea, iris, retina, saraf dan ginjal.
Diketahui
bahwa akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular menghasilkan perubahan
osmotik pada jaringan lensa yang bersifat hidropik yang akhirnya berdegernerasi
dan membentuk gula katarak. Di lensa,
sorbitol diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya menjadi fruktosa oleh
enzim sorbitol dehidrogenase. Peningkatan akumulasi dari sorbitol membuat
keadaan hiperosmotik sehingga cairan masuk karena adanya perbedaan gradien
osmotik.
Dari
beberapa penelitian yang dilakukan oleh hewan, akhirnya ditemukan sebuah
hipotesis osmotik dari katarak akibat mekanisme gula, yang menghasilkan
peningkatan cairan di daerah intraselular yang merupakan respon dari media AR pada jalur polyol sehingga
menghasilkan pembengkakkan lensa dikarenakan oleh perubahan biokimia yang
berakhir dengan pembentukan katarak.
Perubahan
tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi dari sorbitol membuat perubahan
pada endoplasmik retikulum yang kemudian hal ini menyebabkan terbentuknya
radikal bebas. ER juga menyebabkan fluktuasi dari kadar glukosa yang
menghasilkan reaktif oksigen spesies dan menyebabkan stress oksidatif yang
merusak serat lensa.
Kemudian perubahan osmotik yang
terjadi di lensa, menganggu permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan
kadar ion kalium , asam amino, dan myoinositol
lebih tinggi didalam lensa dibandingkan
jaringan sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi perembesan
dari lensa keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk didalam lensa karena
hilangnya kadar kalium, sehingga terjadi gangguan elektrolit didalam lensa yang
menyebabkan kekeruhan pada lensa. Ini merupakan mekanisme awal yang terjadi
akibat dari kerja aldose reduktase yang membuat kekeruhan pada lensa.
Penelitian
yang dilakukan oleh Beaver Dam Eye study
dengan 3684 koresponden dengan usia diatas 43 tahun , dan dilakukan selama 5
tahun ditemukan bahwa terdapat korelasi antara diabetes melitus dan pembentukan
katarak . Didalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa insiden dari
kortikal dan posterior subcapsular katarak berhubungan dengan diabetes.
Penelitian lebih lanjut menunjukan pasien dengan diabetes sangat cenderung
berkembang opaksiatas pada lensa bagian kortikal dan menunjukan bahwa tingginya
prevalensi operasi katarak, dibandingkan pada pasien yang non-diabetik. Dari
analisis yang dilakukan dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari diabetes yang
dialami sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal yang
juga meningkatkan frekuensi dari operasi katarak .[13]
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3
bentuk : [2]
- Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan
hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis
akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan
lensa , kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal
kembali.
- Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol
, dimana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk
dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular
- Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana
gambaran secara histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non
diabetik.
Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk
mengetahui kadar glukosa darah puasa.
Pengobatan
Pengobatan yang
dapat dilakukan pada pasien katarak diabetikum biasanya yang paling sering
digunakan adalah dengan teknik fakoemulsifikasi, karena hasil yang didapatkan
mengurangi resiko dari inflamasi post operasi, dan astigmat, rehabilitasi
visual secara cepat. Operasi sebaiknya dilakukan sebelum lensa semakin opak dan
matur. Hasil yang didapatkan dari operasi katarak sangat baik, tetapi pasien
dengan diabetes memiliki penglihatan lebih kurang dibandingankan pasien tanpa
diabetes melitus. Operasi memiliki kemungkinan untuk terjadi retinopati secara
cepat, menyebabkan terjadinya rubeosis atau dapat terjadi perubahan makula,
seperti makula eema atau sistoid edema makula. Yang terburuk adalah pada mata
yang dioperasi dapat terjadi proliferatif retinopati dan atau tanpa disertai
dengan edema makula. [12]
Pengobatan
yang dapat dilakukan dapat berupa :
- Aldose-Reductase Inhibitors merupakan suatu enzim yang didapat dari
ekstrak tumbuhan , jaringan hewan atau spesifik molekul yang kecil. Pada
percobaan yang dilakukan oleh hewan zat ini dapat memperlambat pembentukan
dari katarak diabetikum. Beberapa tumbuhan yang dikenal untuk ekstrak dari
enzim ini adalah Ocimum sanctum, Withania somnifera, Curcuma longa,and Azadirachta
indica
Pada beberapa penelitian yang dilakukan , didapatkan hewan percobaan
yang diberikan AR inhibitor yang bersifat untuk preventif ditambah dengan
pengobatan dari diabetesnya menunjukan tidak ada tanda-tanda dari degenerasi,
pembengkakan ataupun gangguan pada lensanya dibandingkan dengan pasien yang
diberikan AR ini dengan yang tidak diobati untuk diabetesnya.
- Pengobatan dengan anti oksidan, karena pada
katarak diabetikum terjadi terjadi kerusakan akibat stress oksidatif yang
merusak jalur polyol secara tidak langsung, maka dapat diberikan
anti oksidan yang berguna untuk menghambat pembentukan katark. Beberapa
anti oksidan yang telah diteliti pada hewan yang dapat menghambat perkembangan dari
katarak diabetikum ini adalah alpha lipoic acid, vitamin E,dan Piruvat. Penggunaan piruvat
menunjukan selain sebagai efek menghambat perkembangan katarak diabetikum
, juga dapat mengurangi akumulasi dari sorbitol dan lipid peroksidase pada
lensa. Studi yang dilakukan pada manusia, menunjukam hal ini efeknya
sangat kecil dan secara penelitian tidak relevan.
3.
Terapi farmokologi untuk mengobati edema makula setelah operasi katarak
Proinflamasi
prostaglandin dikatakan berhubungan dengan mekanisme keluarnya cairan dari
kapiler-kapiler foveal kedalam ruang ekstraseluler dari daerah makula. Karena kerja dari NSAIDs (
nonsteroidal anti-inflammatory drugs) adalah menghambat enzim
siklooksigenase yang berfungsi dalam memblok produksi dari prostaglandin. Pada
penelitian dilakukan terapi pemberian prednisolone pada pasien setelah operasi
dengan pemeberian prednisolon dengan nepafenac. Didapatkan hasil bahwa
pemberian hanya dengan prednisolon menunjukan insidensi terjadinya edema makular
lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian prednisolon dengan nepafenac.
3.4 Katarak Pada Galaktosemia
Susu yang mengandung laktosa (ASI
maupun formula) dihidrolisasi oleh enzim laktase menjadi bentuk monosakarida ,
glukosa dan galaktosa yang kemudian diabsorbsi didalam usus dengan proses phosporylation. Galaktosa merupakan jenis monosakirada yang
siap diabsorsi dan kemudian dibawa kehepar dan diubah menjado glikogen .
Galaktosemia merupakan gangguan metabolisme yang dimana konversi ini tidak
terjadi akibat dari defisiensi enzim galaktosa 1-fosfaturidililtransferase.
Galaktosemia merupakan penyakit
herediter dan terjadi pada kurang lebih 1 dari 18,000 kelahiran. Penemuan klinis yang bermakna pada bayi baru
lahir adalah adanya hepatomegali, malnutrisi,katarak dan galaktosemia. Katarak
umumnya terdeteksi pada beberapa hari setelah bayi lahir.
Dahulu
penyakit ini sering sulit dibedakan dengan diabetes, karena pada pemeriksaan
urine, glukosa juga didapatkan hasil yang positif.Sekarang ini sudah tersedia
pemeriksaan khusus galaktosa oksidasi tes. Hasil positif dari galaktosa dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kertas kromatografi. Pengobatan dari penyakit ini
dapat dilakukan dengan diet galaktosa, dimana ketika kadar galaktosa berkurang
gejala yang muncul akan berkurang yang menunjukan bahwa penyakit ini terdeteksi
pada saat awal. Pada beberapa kasus katarak menghilang ketika pemberian susu
bayi ini kandungan utamanya pada susu
yaitu sumber galaktosa ini dihilangkan.
Pada
percobaan yang dilakukan oleh mencit katarak akibat galaktosemia muncula dengan
mekanisme awal adanya vakuol yang bertambah banyak seiiring dengan
berkembanganya kekeruhan pada lensa bagian nuklear. Secara kontras penelitian
yang dilakukan pada manusia menunjukan tipe katarak nuklear yang bersifat
lamelar. Dengan penelitian lebih lanjut pada mencit yang ibunya diberikan diet
dari galaktosa, ditemukan katarak yang serupa berupa katarak nuklear lamelar.
Patofisiologi yang terjadi bermula
pada erubahan morfologi lensa juga ditemukan bahwa serat lensa yang bersifat
hidropik, dan terjadi akumulasi cairan didalam intraseluler, sehingga membuat
suatu celah interfibrilar yang kemudian diisi dengan presipitasi dari
protein-protein. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan keadaan lensa itu
sendiri menjadi hidropik. Dalam
galaktosa katarak metabolit abnomal dari galaktosa-1-fosfat berakumulasi
didalam lensa secara perlahan yang menghasilkan gangguan osmotik secara
minimal. Selain itu juga ditemukan adanya kandungan dulsitol , yang merupakan
bentuk gula alkohol dari galaktosa pada lensa. Retensi dari dulsitol dalam
lensa ini membuat keadaan hipertonik sehingga air masuk kedalam serat lensa.
Akumulasi dari dulsitol ini terjadi paralel bersama dengan peningkatan air pada
lensa.
REFERENSI
1.
Vaughan Daniel,Asbury
Taylor,Eva-Riordan Paul:General
Opthalmology.fifteenth edition. chapter 8 page 159.
2. Ilyas Sidarta : Ilmu
Penyakit Mata. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.halaman 8
4. K V Raju ,
Sisira Sivan N.V : A clinical study of Complicated Cataract In Uveitis. Kerala Journal of Ophthalmology Vol.
XXII, No.1, March 2010
5. Jungmook Lyu, Jung-A
Kim,Sung Kun Chung, Ki-San Kim,
and Choun-Ki Joo : Alteration of Cadherin in
Dexamethasone-Induced Cataract Organ-Cultured Rat Lens;. Investigative Ophthalmology & Visual Science,
May 2003, Vol. 44, No. 5
6. Andrew I Jobling,
Robert C Augustey: What causes steroid cataracts? A review of steroid-induced posterior
su bcapsular cataracts; n.Clin
Exp Optom 2002; 85: 2: 61-75
7. Review Article Diabetic
Cataract—Pathogenesis, Epidemiologyand Treatment; Hindawi Publishing Corporation Journal of
Ophthalmology Volume 2010, Article ID 608751, 8 pagesdoi:10.1155/2010/608751.
Received 11 December 2009; Accepted 2 April 2010
8. Datta Vipan , Swift G F Peter, A H Woodruff Geoffrey,
Harris F Roy: Metabolic cataracts in newly diagnosed diabetes.Archives of Disease in Childhood 1997;76:118–120
9. McAULEY: Cataracts In Galactosemia.. London. Brit. J. Ophihal. (1953) 37, 655.]
1
1
1
1